Oleh : Dr. Riki Perdana Raya Waruwu, S.H., M.H (Hakim Yustisial pada Biro Hukum dan Humas MA)
Tanggal Posting: 10-10-2017 08:48:41
EKSISTENSI JURU BICARA DI PENGADILAN
Pengantar
Juru Bicara adalah orang yang ditunjuk untuk menyampaikan keterangan secara resmi kepada publik atas nama suatu lembaga/organisasi atau perorangan lainnya. Dalam melaksanakan tugasnya juru bicara membutuhkan informasi secara lengkap mengenai hal-hal yang akan disampaikan untuk membuat jelas situasi tertentu. Selain itu juru bicara seyogyanya memahami prinsip-prinsip kehumasan secara umum diantaranya jujur dan terbuka dalam penyampaian informasi, memahami masalah sebelum memberikan pernyataan, santun dan informatif dalam memberikan penjelasan, menyampaikan pernyataan berdasarkan data, memiliki integritas yang baik, selalu bersikap objektif dan profesional, jelas, lugas dan tegas dalam menyampaikan informasi, bersikap bijaksana, bersikap diplomatis, bersikap responsif dan tidak reaktif, bersikap tenang dan sabar dalam segala kondisi, mampu menjadi pendengar yang baik, memahami karakteristik media.
Penunjukan juru bicara dilakukan dengan memperhatikan status orang tersebut pada lembaga/organisasi dan keahliannya dalam berkomunikasi. Status seseorang akan menunjukkan kelayakan juru bicara mewakili lembaga/organisasi sedangkan keahlian berkomunikasi diperlukan untuk memastikan prinsip-prinsip kehumasan dapat dijalankan dengan optimal. Selain itu, secara khusus di bidang marketing Elliot berpendapat The spokesperson requirements are similar to marketing practices to identify the traits and behaviors of individuals who hold greater influence than others within social networks. (http://www.instituteforpr.org/wpcontent/uploads/Maureen_Schriner.pdf). Persyaratan ini jauh lebih kompleks karena seorang juru bicara harus memiliki pengaruh besar kepada pada jaringan sosial artinya seseorang yang sudah dikenal atau setidak-tidaknya sosok yang mampu meyakinkan publik ketika menyampaikan informasi
Penunjukan Juru Bicara di Pengadilan
Penunjukan Juru Bicara di pengadilan secara khusus baru diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 7 tahun 2015 sebagaimana diubah dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2017 tentang Organisasi Tata Kerja Kepaniteraan dan Kesekretariatan Peradilan. Di dalam ketentuan Pasal 1 angka 3 Perma 7/2015 tersebut diatur "Ketua Pengadilan menunjuk Hakim sebagai juru bicara pengadilan untuk memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan pengadilan".
Hal ini berarti jabatan khusus yang mengemban tugas selaku juru bicara adalah hakim. Pada umumnya esensi informasi yang dibutuhkan masyarakat/media di pengadilan bersumber pada perkara atau putusan sehingga bila mengacu pada prinsip kehumasan “memahami masalah” maka tepatlah penunjukan hakim selaku juru bicara pengadilan. Adapun yang menjalankan peranan kehumasan lainnya di pengadilan adalah panitera muda hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 55 Perma 7/2015.
Peran Juru Bicara dan Silent Corps
Peran hakim selaku juru bicara memiliki kekhusunan dengan juru bicara pada lembaga lainnya karena seorang hakim memiliki batasan-batasan dalam menjalankan peran juru bicara apabila dikaitkan dengan prinsip silent corps, kode etik dan pedoman perilaku hakim serta penguasaan hakim dalam menjalankan prinsip-prinsip kehumasan.
Hakim itu jabatan yang diam (silent corps) yang sejalan dengan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim pada butir 3.2. ayat (5) diatur bahwa “Hakim tidak boleh memberi keterangan, pendapat, komentar, kritik atau pembenaran secara terbuka atas suatu perkara atau putusan pengadilan baik yang belum maupun yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam kondisi apapun”. Pemahaman hakim itu jabatan diam tidak bersifat mutlak karena senantiasi disesuaikan pada pernyataan berikut ini “So long as a Judge keeps silent, his reputation for wisdom and impartiality remains unassailable: but every utterance which he makes in public, except in the course of the actual performance of his judicial duties, must necessarily bring him within the focus of criticism” (Lord Kilmuir, Lord Chancellor of England and Wales, responsible for the independence of the courts and Head of the Judiciary, 19).
Pengecualian hakim jabatan diam hanya dapat dilakukan pada saat ia menjalankan tugas lainnya dari pengadilan, yang salah satunya adalah sebagai juru bicara. Hal ini berarti hakim yang ditunjuk sebagai Juru Bicara di pengadilan berdasarkan PERMA 7/2015 mengesampingkan falsafah hakim jabatan diam khususnya klausul ''hakim tidak boleh memberikan keterangan atas suatu perkara atau putusan pengadilan baik yang belum maupun yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam kondisi apapun''.
Penjelasan putusan merupakan hal yang umum disampaikan kepada publik sebagai bentuk transparansi badan peradilan agar masyarakat/media memperoleh pemahaman yang utuh mengenai suatu perkara atau putusan tertentu sehingga dapat disampaikan secara objektif oleh juru bicara sedangkan pendapat, komentar, kritik atau pembenaran merupakan kata-kata yang sifatnya subjektif sehingga memiliki potensi menyebabkan munculnya isu dalam putusan hakim, bertentangan dengan prinsip kehumasan dan oleh karenanya tetap terlarang dilakukan oleh juru bicara. Melalui penjelasan ini maka apabila hakim selain juru bicara memberikan penjelasan terkait suatu perkara atau putusan maka hakim tersebut dapat dianggap telah melanggar KEPPH 3.2 ayat (5) kecuali unsur pimpinan pengadilan atau hakim lainnya yang ditunjuk secara khusus menggantikan sementara juru bicara tetap.
Konsekwensi lainnya seorang juru bicara pengadilan adalah dikenal dan mungkin populer karena tampil dihadapan media televisi, cetak, online dan lain sebagainya. Juru bicara yang populer karena menjalankan peran dan fungsi kehumasan tersebut tidak dapat dianggap melanggar KEPPH butir 9.2 mengenai hakim dilarang mencari popularitas. Selain itu terdapat sejumlah pedoman dari KEPPH yang memiliki titik singgung dengan peran Juru Bicara sehingga diperlukan persamaan persepsi dengan stakeholder agar memberikan jaminan peran juru bicara tidak dianggap sebagai pelanggaran kode etik, diantaranya juru bicara dihubungi atau bertemu awak media di luar jam kerja, juru bicara menyampaikan konfrensi press pada saat ada jawal sidang dan lain sebagainya.
Sejumlah Kendala Juru Bicara di pengadilan
Selain persoalan etika, kemampuan juru bicara di pengadilan juga terkendala pemahaman penguasaan prinsip-prinsip kehumasan sehingga banyak diantara juru bicara yang belum siap menghadapi wartawan. Hal ini menjadi logis, karena hakim sebelum ditunjuk sebagai juru bicara tidak dibekali pengetahuan kehumasan diantaranya public speaking, menyiapkan press release, teknis penyampaian informasi prasidang, teknik edukasi publik, dan lain sebagainya. Pusdiklat Mahkamah Agung bersama dengan Judicial Sector Support Program (JSSP) sedang menyiapkan program diklat hakim humas sehingga diharapkan juru bicara pengadilan mampu menunjukkan eksistensinya dimasyarakat.
Selain mengenai kemampuan kehumasan, praktik juru bicara di pengadilan juga terkendala tidak adanya anggaran khusus bagi juru bicara pada saat berlangganan koran daerah, saat akan mengadakan coffee morning dengan wartawan, penyediaan konsumsi sebelum/setelah konfrensi pers, penyediaan konsumsi buat para siswa yang melakukan kunjungan belajar ke pengadilan, bahkan mungkin dikemudian hari diperlukan anggaran khusus untuk pengadaan ruangan pers.
Juru bicara juga belum dibekali mekanisme khusus dalam melaksanakan fungsinya, sehingga terdapat juru bicara yang memberikan keterangan mengenai perkara yang sedang ia tangani sendiri sehingga tidak dapat bersifat objektif, adanya praktik pemberian uang tip oleh juru bicara kepada wartawan, adanya konsultasi hukum yang dilakukan oleh oknum wartawan kepada juru bicara dan dalam lingkup kesatuan organisasi juru bicara pengadilan belum terkoneksi dengan kehumasan pada Mahkamah Agung.
Penutup
Juru bicara merupakan tugas tambahan bagi hakim yang perlu disiapkan secara khusus agar mampu menjadi pioner yang menciptakan pemberitaan yang positif diseluruh pengadilan di Indonesia sehingga dapat menggema dalam skala nasional untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat. Persiapan terhadap hakim selaku juru bicara dilakukan dengan memberikan pemahaman falsafah silent corps, persamaan persepsi dalam KEPPH terkait peran juru bicara, pendidikan dan pelatihan hakim humas dan diterbitkannya surat edaran kepada seluruh pengadilan agar :
1. Ketua Pengadilan menunjuk minimal 2 (dua) orang hakim dalam majelis yang berbeda sebagai Juru Bicara melalui surat keputusan, dengan mendasarkan pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan dan Kesekretariatan Peradilan sebagaimana diubah dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2017.
2. Juru Bicara dilarang memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan materi pokok perkara yang turut ia tangani, baik sebagai hakim Ketua Majelis maupun sebagai hakim anggota majelis.
3. Juru Bicara dalam menjalin komunikasi dengan wartawan dilarang memberikan saran hukum sebagaimana diatur dalam kode etik dan pedoman perilaku hakim.
4. Juru Bicara dalam menjalin komunikasi dengan wartawan dilarang memberikan sejumlah uang atau barang sebagaimana tujuan Juru Bicara professional.
Artikel ini di kutip dari JDIH Mahkamah Agung RI
EKSISTENSI JURU BICARA DI PENGADILAN.